MakamSyekh Jumadil Kubro dan Kuburan Pitu. Sugeng Purwanto menambahkan, makam lain yang menjadikan bukti ada kampung Islam di ibukota Majapahit, yaitu Kuburan Pitu. Peminat sejarah dari Yogyakarta Herman Sinung Janutama membaca inkripsi kaligrafi makam Maulana Malik Ibrahim berani menyimpulkan Majapahit itu sebagai kesultanan Islam.
Sebagai kawasan wisata alam dan religi, Bukit Turgo selalu memikat hati peziarah dan wisatawan yang mencari keindahan alam dan nuansa spiritual. Terletak di lereng selatan Gunung Merapi, wilayah Kabupaten Sleman, Provinsi DIY, Bukit Turgo memiliki petilasan dan makam Syeh Jumadil Kubra yang menjadi daya tarik utama bagi para peziarah. Ketinggian Bukit Turgo yang mencapai 1000 mdpl membuatnya tampak indah dan menjadi bagian dari Taman Nasional Gunung Merapi yang menjadi habitat bagi aneka satwa dan tanaman langka. Namun, karena aktivitas Gunung Merapi yang saat ini berstatus Siaga Level 3, kawasan ini saat ini ditutup untuk umum. Petilasan dan Makam Syeh Jumadil Kubra, Saksi Sejarah dan Spiritualitas Makam Syeh Jumadil Kubra yang terletak di puncak Bukit Turgo, menjadi tempat wisata religi yang dikenal sebagai penyebar agama Islam periode awal di Pulau Jawa. Hingga kini, makam ini dikeramatkan dan menjadi tujuan ziarah bagi masyarakat. Menurut Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Sleman, Ishadi Zayid, banyaknya peziarah dan wisatawan yang datang ke petilasan Syeh Jumadil Kubra semakin meningkat setelah dibangun jalur baru yang representatif menuju lokasi tersebut. Sebelum dibangun jalur baru, rata-rata hanya ada 400 hingga 500 pengunjung per bulan, namun setelah jalur jalan menjadi lebih nyaman dan aman, kunjungan meningkat menjadi sekitar pengunjung per bulan. Pembangunan jalan yang representatif tersebut memudahkan peziarah untuk sampai ke lokasi petilasan yang berada di lereng Gunung Merapi. Ishadi mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada Pemerintah Provinsi DIY yang telah memperhatikan pengembangan destinasi wisata religi di Kabupaten Sleman. Makam Syekh Jumadil Kubra Tempat Wisata Religi Populer di Lereng Merapi Bukit Turgo, sebuah kawasan di lereng selatan Gunung Merapi, Wilayah Kabupaten Sleman, Provinsi DIY memiliki makam dan petilasan Syekh Jumadil Kubra yang terkenal sebagai tempat wisata religi. Terletak di Dusun Turgo, Desa Purwobinangun, Kecamatan Pakem, bukit ini memiliki ketinggian 1000 mdpl dan merupakan bagian dari Taman Nasional Gunung Merapi TNGM, tempat habitat aneka satwa dan tanaman langka. Namun, karena aktivitas Gunung Merapi yang saat ini berstatus Siaga Level 3, kawasan Turgo saat ini ditutup untuk umum. Sejarah Syekh Jumadil Kubra Syekh Jumadil Kubra dikenal sebagai salah satu penyebar agama Islam di Pulau Jawa pada periode awal. Hingga kini, makam dan petilasan Syekh Jumadil Kubra kerap dikunjungi oleh wisatawan religi dan dikeramatkan oleh sebagian masyarakat. Peningkatan Kunjungan ke Makam Syekh Jumadil Kubra Menurut Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Sleman, Ishadi Zayid, jumlah wisatawan yang berkunjung ke petilasan Syekh Jumadil Kubra di Bukit Turgo Purwobinangun, Pakem semakin meningkat sejak dibangun jalur baru yang lebih representatif menuju lokasi tersebut pada 2021. Sebelumnya, rata-rata kunjungan sebanyak 400 hingga 500 pengunjung per bulan. Namun, setelah jalur jalan menjadi lebih nyaman dan aman, kunjungan meningkat menjadi sekitar 1000 pengunjung per bulan. Ishadi mengatakan bahwa pembangunan jalan representatif memudahkan wisatawan untuk sampai ke lokasi petilasan yang berada di lereng Gunung Merapi. Ia pun mengapresiasi tinggi kepada Pemerintah Provinsi DIY yang telah memperhatikan pengembangan destinasi wisata religi di Kabupaten Sleman. Sebelumnya, jalur menuju petilasan hanya berupa jalan setapak sempit dengan beberapa bagian jalan yang licin dan tanpa pagar pengaman, yang cukup berbahaya bagi wisatawan. Karena keteladanan akhlaknya, Syekh Jumadil Kubro sangat dihormati di Kerajaan Majapahit. Dakwahnya berhasil pada masa itu. Harga Tiket Masuk Bukit Turgo Jam Buka 24 Jam No. Telepon – Alamat Desa Hargobinangun, Pakem, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia, 55582 Kabupaten Sleman yang terletak di sebelah selatan Gunung Merapi memang memiliki alam yang indah dan asri. Di daerah lerengnya, Sleman terkenal dengan kawasan wisata Kaliurang. Tak jauh dari tempat tersebut ada satu wisata alternatif yang bernama Bukit Turgo. Sedikit berbeda dengan Kaliurang, bukit ini merupakan perpaduan wisata alam serta religi. Disebut begitu karena di kawasan bukit dengan tinggi sekitar 1000 Mdpl ini terdapat sebuah makam keramat. Makam milik Syeh Jumadil Kubra yang menurut kepercayaan sebagai sosok penyebar Islam di Jawa. Di samping itu suguhan panorama alamnya pun sangat memanjakan mata. Areanya begitu alami karena masih termasuk dalam kawasan Taman Nasional Gunung Merapi TNGM. Harga Tiket Masuk Bukit TurgoJam Buka Bukit TurgoSekilas Tentang Bukit TurgoZiarah Ke Makam Syeh Jumadil KubraMendaki SantaiKeragaman Flora dan Fauna UnikNikmati Sajian Kopi dan Teh Petani LokalFasilitas Bukit TurgoLokasi Bukit TurgoInfo Menarik Lainnya Harga Tiket Masuk Bukit Turgo Wisatawan yang ingin menikmati keindahan ataupun berziarah di Bukit Turgo akan dikenai tarif masuk. Harga tiketnya terjangkau dan sangat ramah kantong. Siapkan juga uang lebih untuk menikmati sajian kopi dan teh asli dari petani lokal. Harga Tiket Masuk Bukit Turgo Tiket Baca DESA LEDOKSAMBI Tiket & Aktivitas Jam Buka Bukit Turgo Tidak ada jam operasional khusus yang berlaku di tempat wisata ini. Wisatawan bisa berkunjung kapan saja ke Bukit Turgo. Waktu terbaik untuk berkunjung adalah ketika siang hari ketika cuaca cerah. Namun banyak juga para peziarah yang berkunjung pada malam hari. Jam BukaSetiap Hari24 Jam Sekilas Tentang Bukit Turgo Bukit Turgo berada di sebelah selatan Gunung Merapi. Memiliki ketinggian sekitar 1000 Mdpl merupakan salah satu area terbaik untuk menikmati keindahan Merapi. Bukit ini pernah dilanda awan panas erupsi Gunung Merapi pada tahun 1994 dan 2006. Meski berada di kawasan rawan bencana namun hal itu tidak mengurangi rasa penasaran wisatawan untuk berkunjung. Selain pemandangan yang indah bukit ini menjadi tempat persemayaman terakhir tokoh penting Islam di masa lalu. Di atas puncaknya terdapat makam Syeh Jumadil Kubra. Selain itu di tempat ini wisatawan bisa menikmati langsung komoditi khas petani lokal. Bukit Turgo sangat terkenal dengan produksi kopi dan teh yang khas dan berkualitas. Pada saat waktu-waktu tertentu berlangsung kirab budaya dari masyarakat setempat. Ziarah Ke Makam Syeh Jumadil Kubra Salah satu aktivitas favorit wisatawan yang berkunjung yaitu berziarah makam atau wisata religi. Berada di puncak bukit terdapat makam keramat miliki Syeh Jumadil Kubra. Masyarakat juga sering menyebutnya sebagai Kyai Turgo. Syeh Jumadil Kubra adalah salah satu sosok yang menyebarkan Islam di pulau Jawa pada periode pertama. Makam keramat tersebut sangat terawat dengan baik. Memiliki warna merah muda dengan lantai berwarna hitam. Di area makam terdapat informasi yang menjelaskan silsilah keturunan Syeh Jumadil Kubra. Disebutkan beliau adalah generasi keenam keturunan Nabi Muhammad. Sehingga bisa dibilang Syeh Jumadil Kubra adalah nenek moyang para wali di Indonesia. Di bawah area makam terdapat sebuah gua. Gua sering menjadi tujuan para peziarah melakukan tirakat dan berdoa. Mendaki Santai Puncaknya yang tidak terlalu tinggi membuat bukit ini cocok untuk sekedar mendaki santai. Bukit Turgo juga bisa menjadi tempat latihan untuk para pendaki pemula. Jalurnya tidak terlalu berat dengan kemiringan standar. Di sepanjang jalur pendakian masih sangat asri dengan pepohonan yang sangat rimbun. Keistimewaan dari bukit ini wisatawan bisa melihat Gunung Merapi dengan sangat dekat. Gunung Merapi akan sangat kelihatan di depan mata dan seolah keduanya saling berhadapan. Selain itu lanskap lembah-lembah di sekitar Gunung Merapi juga terlihat jelas. Kemudian saat memandang ke bawah akan terlihat pesona Sungai Boyong yang berkelok-kelok. Semakin tinggi jalur akan semakin menyempit. Areanya berupa semak-semak yang rimbun. Sehingga sensasi petualangan sangat terasa jika mendaki bukit ini. Di jalur pendakian terdapat dua buah aliran mata air yang dinamai Tuk Lanang dan Tuk Wadon. Keragaman Flora dan Fauna Unik Kawasan Bukit Turgo ternyata menjadi tempat tinggal dari flora dan fauna yang unik. Salah satu yang menarik perhatian adalah Anggrek Vanda Tri Color. Bunga tersebut adalah bunga endemi di kawasan Taman Nasional Gunung Merapi TNGM. Selain itu ada terdapat juga 27 jenis tanaman bambu dan kebun Salak Pondoh. Kemudian sekitar area bukit memiliki beragam hewan amfibi, khususnya katak. Beberapa di antaranya adalah katak Kongkang Racun, Katak Pohon Emas, Bangkong Kerdil, Katak Bertanduk, Bangkong Kolam dan masih banyak lagi. Nikmati Sajian Kopi dan Teh Petani Lokal Kawasan Bukit Turgo ternyata juga terkenal dengan produk kopi dan tehnya yang berkualitas. Di sepanjang perjalanan wisatawan akan sering melihat perkebunan teh dan kopi dari penduduk setempat. Jika tak puas sekedar melihat kebun bisa juga melihat langsung proses produksi kopi maupun teh. Wisatawan bisa ikut dalam pengolahan dan peracikannya hingga siap seduh. Teh dan kopi yang sudah siap seduh dijual dengan harga yang sangat murah dan bisa jadi oleh-oleh. Fasilitas Bukit Turgo Obyek wisata ini sudah memiliki sarana dan prasarana yang memadai. Tersedia area parkir, toilet dan kamar mandi hingga mushola. Bagi yang ingin bermalam terdapat penginapan di rumah-rumah warga dengan harga yang terjangkau. Tersedia pula pusat oleh-oleh yang menyediakan produk panen masyarakat setempat seperti kopi, teh dan salak pondoh. Baca Lava Bantal Museum Alam di Sungai Opak Lokasi Bukit Turgo Destinasi wisata ini beralamat di Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Hanya berjarak sekitar 6km dari kawasan wisata Kaliurang. Sementara dari pusat kota Sleman berjarak 20km dan bisa ditempuh dalam waktu 30-45 menit. Info Menarik Lainnya
Dam, Gus, Setelah kuliah nanti bagaimana kalau kita lanjut ziarah ke makam Syekh Jumadil Kubro?" Usul Bagas ketika mereka sampai di dalam kelas. "Hmm, ide bagus. Aku setuju". Ucap Agus. "Aku juga". Dilanjut Adam. "Oke, deal". Tak lama teman-teman kelas pun datang, begitu juga dengan dosen yang mengajar pagi hari ini.
SEMARANG - Menyelam lebih dalam terkait jejak penyebaran agama Islam di tanah Jawa, ternyata sebelum adanya Walisongo terdapat tokoh besar yang makamnya ada di Semarang. Ia bernama Syekh Jamaluddin Husein Al Akbar atau akrab dipanggil Syekh Jumadil Kubro. Beliau kerap disebut sebagai bapaknya para Walisongo dan memiliki garis ketururunan dari Nabi Muhammad SAW. Sejarah Perjuangan Syekh Jumadil Kubro berasal dari Samarkand, Uzbekistan, Asia Tengah. Beliau dikenal sebagai bapaknya para anggota Walisongo karena Sunan Ampel Raden Rahmat dan Sunan Giri Raden Paku adalah cucunya. Sementara Sunan Bonang dan Sunan Drajad menganggap Syekh Jumadil Kubro sebagai buyutnya. Sedangkan Sunan Kudus menganggap Syekh Jumadil Kubro merupakan cicitnya. Perjuangan Syekh Jumadil Kubro dalam menyebarkan agama Islam di Jawa dimulai pada masa Kerajaan Majapahit. Tanggal 26 Februari 1998 Walikota Semarang Soetrisno melakukan peresmian atas pemugaran Makam Syekh Jumadil Kubro, Senin 2/3/2020. Khoiru Anas Beliau merupakan penyebar agama Islam pertama di Jawa sebelum Walisongo. Bersama pengikutnya, mulai menyebarkan agama Islam di sebuah Desa Trowulan yang lokasinya dekat dengan Kerajaan Majapahit. Sedikit demi sedikit ajarannya mulai diterima oleh penduduk setempat dan Kerajaan Majapahit. Beliau kemudian mendirikan padepokan untuk penyebaran agama Islam. Akhir perjuangannya menyebarkan agama Islam berakhir di Desa Trowulan, Mojokerto. Beliau wafat sekira tahun 1376 Masehi atau 15 Muharram 797 Hijriyah. Sejarah Ditemukan Makam Terkait makam Syekh Jumadil Kubro menurut Kholil selaku penjaga makam dari Yayasan Syekh Jumadil Kubro selaku pengelola menuturkan, banjir yang kerap menggenangi Semarang dan makam yang terangkat jadi satu di antara tanda penemuan makam. "Dulu Semarang sering banjir, tepatnya tahun 1970-an. Namun ada sebuah makam yang tak kebanjiran, dan konon makam tersebut seperti terangkat, tuturnya kepada Senin 2/3/2020 pagi. Penemu makam dari Syekh Jumadil Kubra bernama Mbah Muzakir. Meskipun cerita yang masih simpang siur dan tak ditemukan sejarah pastinya, namun sosok makam tersebut diyakini sebagai Syekh Jumadil Kubra yang memiliki garis keturunan dari Nabi Muhammad SAW. Tampak dari luar sebuah gapura menuju Makam Syekh Jumadi Kubro, Senin 2/3/2020. Khoiru Anas
Bisadibilang Yogyakarta jadi gudangnya makam ulama, lho. Membuat iman kita semakin kuat, berikut lima tempat ziarah di Yogyakarta paling populer. Cocok buat ngabuburit bareng teman atau keluarga, nih! 1. Makam Imogiri Makam Imogiri ( Makam ini sangat populer, karena terdiri dari makam-makam Raja Mataram.
Syekh Jumadil Qubro dipercaya sebagai salah satu ulama yang menyebarkan agama Islam di Nusantara. Mojok melakukan ziarah ke kaki Gunung Merapi, tepatnya di puncak Bukit Turgo yang dipercaya sebagai tempat peristirahatannya yang terakhir.***“Lekasana seka lor,” pesan itu sudah sangat sering saya terima dari orang-orang dengan berbagai latar belakang. Pesan ini berkaitan dengan perjalanan saya menelusuri makam-makam kuno di Jogja di waktu belakangan. Mulailah dari utara, begitu semesta Jogja, utara berarti Merapi, salah satu unsur penting di garis imajiner Jogja. Sementara dalam semesta penggemar ziarah, utamanya makam kuno dan makam ulama, utara merujuk ke salah satu bukit di selatan Merapi. Sebuah bukit yang konon melindungi daerah Turi dan sekitarnya dari aliran lahar demikian nama bukit dengan elevasi sekira mdpl ini. Area bukit berisi vegetasi hutan yang pengelolaannya berada di tangan PT Perhutani. Di puncak bukit, terdapat sebuah makam, sebagian lainnya menyebut petilasan, dari seorang tokoh ulama besar di tanah Jawa Syekh Jumadil Qubro.***Cerah puncak Merapi beserta dua bukit di sisi selatan, Turgo dan Plawangan, menyapa tatkala saya melintas jalan raya Turi-Pakem. Namun, mendung tiba ketika saya sudah dekat dengan tujuan. Puncak Merapi samar adanya, tertutup kabut. Di sebuah warung kecil saya berhenti dan memarkirkan motor sebelum masuk ke area berjalan 100 meter, anak tangga menyambut. Ini adalah bangunan baru. Dulunya, jalan naik menuju petilasan adalah jalanan tanah khas medan pegunungan. Peziarah harus menapaki jalanan tanah dengan kemiringan beragam, bahkan bisa lebih dari 45⁰. Di beberapa lokasi, dulunya dipasangi tambang untuk memudahkan peziarah mendaki sang mubaligSemua raja Mataram Islam di masa lalu tentu saja orang asli Jawa, dengan nama khas Jawa. Namun, jika silsilah itu dirunut hingga ke atas, alur silsilah akan bercampur dengan nama-nama raja Majapahit dan nama-nama khas timur tengah dengan gelar Syekh’. Salah satu nama di bagian atas garis silsilah adalah Syekh Maulana Magribi. Ketika nama satu ini dirunut lebih ke atas lagi, akan ditemukan nama Syekh Jumadil Qubro atau Syekh Jumadil Kubro. Nama ini, konon, merupakan sesepuh dari Wali Sanga, tokoh penyebar Islam paling kondang dalam sejarah Jawa pasca-Majapahit. Saya bilang konon, sebab nama ini belum terlalu terang garis menuju petilasan Syekh Jumadil Qubro. Syaeful Cahyadi/ hikayat tentang Syekh Jumadil Qubro tidak terlepas dari aneka makam dengan nama serupa di Semarang, Jawa Tengah dan di Mojokerto, Jawa Timur. Sementara bangunan di puncak Bukit Turgo ini, sebagian orang mempercayainya sebagai makam, sebagian lain percaya ini hanya petilasan. “Tapi pasti cuma petilasan,” seorang pria yang mendaki bersama saya berpendapat. “Coba, dulu siapa yang memakamkannya wong lokasinya di puncak gunung begini,” demikian alasan pria tadi. Logikanya masuk akal memang, orang modern kebanyakan juga mungkin akan berpikiran serupa. Namun, kisah-kisah tokoh silam toh tidak semuanya masuk akal jika Ahmad Muwafiq atau biasa dikenal dengan nama Gus Muwafiq adalah tokoh agama yang percaya bahwa makam yang ada di Bukit Turgo memang makamnya Syekh Jumadil Qubro. Dalam sebuah tayangan di channel YouTube, ia menyebutkan orang-orang dulu menjadikan gunung untuk menepi. Ia meyakini bahwa makam di Turgo, di kaki Gunung Merapi yang masuk wilayah DIY. “Zaman Rasulullah ada Ka’bah, tetapi beliau menepi di Gua Hira, jadi gunung bagi orang dulu itu sebagai tempat bermunajat kepada Allah SWT,” katanya. Nama Syekh Jumadil Qubro bisa ditemukan di silsilah Syekh Maulana Magribi sebagai kakek dari mubalig dengan makam di Mancingan, Parangtritis ini. Silsilah tersebut disusun pihak Kraton di silsilah Kyai Nur Iman- masih disusun Kraton Yogyakarta – ada nama Sayidina Ibrohim Asmoro dengan nama lain Zinal Akbar Jumadil Qubro. Ia ditulis sebagai keturunan ke-21 Nabi Muhammad dan kelak beranak Sunan Ampel serta punya keturunan Sultan Trenggono, raja ketiga Babad Tanah Jawi Olthof, 2017, disebut nama Makdum Brahim Asmara, seseorang yang berasal dari Campa sekitar Vietnam sekarang dan kelak beranak Raden Rahmat serta Raden Santri. Kata makdum bukanlah nama, melainkan sebutan bagi penyiar agama. Kedua putranya ini suatu kali izin ke sang ayah untuk berkunjung ke pamannya yang jadi raja di Majapahit Rahmat kelak menikah dengan Gede Manila, anak Tumenggung Wila Tikta. Nama Tumenggung ini juga ada di silsilah Maulana Magribi dan disebut sebagai bupati Tuban. Kelak, sosok ini akan beranak Raden Mas Said atau Sunan jika merujuk ke Babad Tanah Jawi, andai Makdum Brahim Asmara adalah Syekh Jumadil Qubro, ada hubungan antara ulama satu ini dengan penguasa Majapahit yang disebut sebagai paman’.Kebalikan dengan Babad Tanah Jawi, Raffles dalam History of Java menulis nama Syeik Mulana Jumadil Kubra sebagai pengikut Raden Rachmad, anak ulama Arab yang menikah dengan salah satu putri raja Champa. Jumadil Kubra versi Raffles disebut telah menetap lama di Gunung Jati ketika Raden Rachmad mengunjungi Jawa. Kejadian ini bertarikh sekitar tahun 1334 Jawa sekitar 1409 Masehi.Tempat yang disebut sebagai makam Syekh Jumadil Qubro di Bukit Turgo. Syaeful Cahyadi/ Raffles juga menulis nama ini dengan ini sebutan Sunan Agum, salah satu dari 8 penyebar agama yang menemani Raden Patah kembali ke Demak selepas upacara pemakaman Sunan Ampel. Mereka juga disebut membantu pembangunan masjid pada tangga terus saya titi, perlahan. Terkadang ditemani nafas tersengal. Menjelang puncak, ada satu aula kecil dengan atap terpal. Dari sana, anak tangga akan kian terjal sebelum sampai di area ini sekilas lebih tampak seperti sebuah tugu. Bangunannya terbuat dari keramik berwarna hitam di bagian bawah dan bagian atasnya berwarna putih dengan ukuran sekitar 2,5 X 1,5 meter. Petilasan ini dibangun lewat sumbangan seorang peziarah, setidaknya itu bisa ditemukan lewat plakat di bagian bawah petilasan dan tulisan di ini baru adanya, hasil renovasi jua. Dulunya, petilasan ini berbentuk bangunan kotak berlapis keramik putih dengan tirai kain putih di sekelilingnya. Satu hal pasti, jika cuaca cerah, petilasan ini akan berlatar belakang Gunung Merapi. Siapapun salat, berdoa, atau sekadar duduk-duduk di sini, ia akan dinaungi Eyang Kunci yang telah pergiNasihat agar saya memulai ziarah dari utara agaknya bukan hal aneh jika merujuk ke silsilah Syekh Jumadil Qubro. Nama ini jauh lebih tua dibanding raja-raja dan ulama-ulama Jawa pasca-Majapahit. Jika Sunan Ampel saja sudah ada sejak masa Majapahit, artinya syekh legendaris ini juga sudah ada sejak masa kerajaan yang sisi lain, menggali informasi soal Syekh Jumadil Qubro dari warga sekitar Turgo juga tidaklah mudah. Ketika turun dari puncak, saya berbincang dengan seorang warga penjual kopi. Darinya, saya tahu jika petilasan ini punya 2 jalan naik. “Satu jalan lain lewat Alas Bingungan, tidak disarankan lewat sana karena masih berupa hutan dan orang sering tersesat dan dibuat bingung.” Bahkan, pria itu menjelaskan, warga sekitar pun menghindari naik ke bukit lewat hutan itu. Jalan via Alas Bingungan inilah yang akan ditunjukkan aplikasi Google Maps jika memasukkan kata kunci “Makam Syekh Jumadil Qubro”.Saat saya bertanya keberadaan juru kunci, pria itu menunjukkan sebuah bekas rumah di dekat jalan masuk ke hutan. Bangunan itu tinggal menyisakan tembok semata dan dikelilingi ilalang liar.“Itu dulu rumahnya juru kunci petilasan, tapi beliau sudah meninggal terkena wedhus gembel tahun 1994,” terangnya. Kini, petilasan ini tidak punya juru kunci sama atau ada yang menyebut sebagai petilasan Syekh Jumadil Qubro di Turgo yang jadi tempat ziarah. Syaeful Cahyadi/ petilasan, Bukit Turgo juga sering dimanfaatkan pelaku spiritual untuk melakoni lelaku tertentu. Tempat yang digunakan adalah 3 goa peninggalan Jepang. Salah satu goa ini berada di tepi tangga menuju petilasan. Tampak beberapa benda seperti botol air dan wadah bekas minuman, tanda bahwa goa ini sering dijamah tadi juga berkisah, hampir tidak ada ziarah rutin dari warga sekitar di makam Syekh Jumadil Qubro. Acara merti dusun misalnya, lebih tertuju pada berbagai mata air di sekitar Bukit Turgo dibanding petilasan ini.***“Lekasana seka lor,” dan kata-kata itu terus terngiang di kepala saya. Bukit sudah saya daki, arah utara telah saya datangi. Kisah soal Jumadil Qubro atau Brahim Asmoro tetap saja abu-abu bagi saya. Warga dan pemerhati sejarah boleh saja bilang tempat di puncak Turgo ini hanyalah petilasan. Namun, itu tetap tidak menyurutkan magnet yang menarik banyak peziarah datang ke puncak bukit di tepi kali Boyong ini.“Mugi berkah njih,” demikian ucap seorang pria yang berpapas dengan saya ketika turun. Apapun itu, utara sudah saya ziarahi dan doa sederhana telah saya panjatkan berteman kabut gunung. Petualangan saya belum berakhir. Masih ada aneka makam kuno dengan kelindan kisahnya bersinggungan dengan Syekh Jumadil Qubro yang siap saya ziarahi di waktu Syaeful Cahyadi Editor Agung PurwandonoBACA JUGA Rasanya Tinggal Bersama Makam-makam Tua di Njeron Beteng Keraton JogjaTerakhir diperbarui pada 18 November 2022 oleh Agung Purwandono
KisahKH Abdullah Sajjad Sumenep: Ditembus Peluru Belanda, Syahid Dalam Sujud
Home Cerita Pagi Jum'at, 21 Januari 2022 - 0529 WIBloading... Tampak makam Syekh Jumadil Kubro yang disebut penyebar Islam ke Majapahit dan tanah jawa. Ist A A A Husain Jamaluddin Akbar atau Syekh Jumadil Kubro dikenal sebagai seorang mubaligh terkemuka. Dia menyebarkan Islam di Nusantara. Wali Songo yang terkenal di tanah jawa berasal dari keturunannya. Ia dilahirkan pada tahun 1310 M di negeri Malabar, di dalam wilayah Kesultanan Delhi. Ayahnya adalah seorang Gubernur Amir negeri Malabar, yang bernama Amir Ahmad Syah beberapa babad dan cerita rakyat Syekh Jumadil Kubro diyakini sebagai bapak para Wali Songo. Karena beberapa Wali Songo, yaitu Sunan Ampel Raden Rahmat dan Sunan Giri Raden Paku konon adalah cucunya. Bagi Sunan Bonang dan Sunan Drajad, Syekh Jumadil Kubro adalah buyutnya. Sementara Sunan Kudus adalah cicitnya keturunan keempat. Bahkan makam atau petilasan dari Syekh Jumadil Kubro diyakini berada di sejumlah tempat. Namun, makam Syekh Jumadil Kubro yang berada satu lokasi dengan situs Trowulan Majapahit menunjukan jika dia memiliki kedekatan dengan pejabat kerajaan Hindu terbesar tersebut. Padahal lokasi tersebut, merupakan makam khusus untuk penguburan kerabat raja, atau orang-orang dalam istana Majapahit. Sehingga diyakini jika Syekh Jumadil Kubro telah menyebarkan agama Islam di dalam Majapahit diera keruntuhan kerajaan tersebut. Sasaran kegiatan dakwahnya yang pertama kali adalah di lingkungan Kerajaan Majapahit, yaitu daerah Trowulan, Mojokerto. Selama berdakwah di Nusantara Syekh Jumadil Kubro kerap mendapat tantangan dan kesulitan. Dalam beberapa literatur Syekh Jumadil Kubro yang merupakan salah satu ulama besar di zamannya ini kemudian menghadap ke Sultan Muhammad I sebagai penguasa kekhalifahan Turki Ustmani saat itu. Setelah berkonsultasi dengan Syekh Jumadil Kubro, Sultan Muhammad I lalu mengundang beberapa tokoh ulama dari wilayah Timur Tengah dan Afrika yang memiliki karomah guna membantu perjuangan dalam menyiarkan agama Islam di Nusantara. Mereka terdiri atas sembilan orang ulama yang kemudian disebut Wali Songo. cerita pagi majapahit Baca Berita Terkait Lainnya Berita Terkini More 37 menit yang lalu 1 jam yang lalu 2 jam yang lalu 3 jam yang lalu 3 jam yang lalu 4 jam yang lalu
Aug. Syekh Maulana Maghribi. (Ilustrasi/Hidayatuna) HIDAYATUNA.COM - Syekh Maulana Maghribi atau Maulana Malik Ibrahim dikenal sebagai sosok penyebar Islam yang mula-mula dalam menyebarkan agama Islam di tanah Jawa. Menurut sejarawan Islam, Agus Sunyoto beliau wafat pada tahun 1419 Masehi. Beliau datang ke Nusantara bersama
Jakarta Makam Syekh Jumadil Kubro mungkin membingungkan banyak orang, pasalnya ada beberapa tempat yang diklaim sebagai makam sesepuhnya Wali Songo ini. Syekh Jumadil Kubro sendiri merupakan mebaligh terkemuka yang menyebarkan Islam di Nusantara. Syekh Jumadil Kubro memiliki peranan yang sangat penting dalam dakwah dan penyebaran agama Islam pada zaman Majapahit. Ia mulanya menyebarkan ajaran Islam di Samudera Pasai, kemudian berkelana ke Semarang, Demak, Bojonegoro, hingga Wajo, Sulawesi Selatan. Makam Syekh Jumadil Kubro diklaim ada di beberapa tempat, yaitu Trowulan Mojokerto, Semarang, hingga di lereng gunung Merapi, Yogyakarta. Selain itu, ada juga yang berpendapat bahwa makamnya berada di Sulawesi Selatan. Berikut rangkum dari berbagai sumber, Senin 15/5/2023 tentang makam Syekh Jumadil keturunan Wali Songo setanah air berkumpul di Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur, Minggu 5/1. Ini bukan silaturahmi biasa, para ulama, kiai, raden hingga bendoro ini hadir untuk mendeklarasikan sebuah organisasi khusus para anak putu sembilan wal...Ilustrasi Islam, Muslim. Sumber PixabayMakam Syekh Jumadil Kubro diklaim terdapat di beberapa tempat, ada yang di pulau Jawa ada pula di pulau Sulawesi. Makam Syekh Jumadil Kubro yang pertama diklaim terdapat di Trowulan atau Mojokert, karena ia wafat di wilayah ini. Selain itu, ada pula pendapat yang menyebutkan bahwa makam Syekh Jumadil Kubro berada di Wajo, Sulawesi Selatan. Ini karena ia terakhir kali berdakwah di daerah Gowa. Ia bermukim di Sulawesi karena sebagian besar orang Bugis ketika itu belum masuk Islam Kemudian, pendapat lainnya menyebutkan bahwa makam Syekh Jumadil Kubro berada di Semarang. Ada pula yang menyebutkan bahwa makam Syekh Jumadil Kubro berada di lereng gunung Merapi, Syekh Jumadil KubroSetelah mengetahui beberapa tempat yang diklaim sebagai makam Syekh Jumadil Kubro, kamu tentunya perlu mengenali cerita dari mebaligh terkemuka pada zaman Majapahit ini. Syekah Jumadil Kubro berasal dari wilayah Samarkand, Uzbekistan. Ia lahir pada tahun 1270 sebagai putera Ahmad Syah Jalaluddin, yakni bangsawan dari Nasrabad, India. Syekh Jumadil Kubro banyak menyebarkan Islam di Kerajaan Samudera Pasai, kemudian Ia berkelana ke Pulau Jawa dengan menyambangi Semarang, Demak, Bojonegoro, hingga berdakwah di Kerajaan Majapahit. Syekh Jumadil Kubro adalah nenek moyang para wali di Pulau Jawa dengan nama asli Sayyid Jamaluddin Al Husaini Al Kabir. Ia merupakan ayah dari Sunan Ampel dan Sunan Giri. Syekh Jumadil Kubro disebut juga dengan Bapak Wali Dakwah Syekh Jumadil KubroIlustrasi pidato, ceramah, khotbah. Photo by Muhammad Adil on UnsplashSejak kecil Syekh Jumadil Kubro tumbuh dan berkembang di bawah asuhan ayahnya, Sayyid Zainul Khusen. Syekh Jumadil Kubro kecil, mendapatkan pendidikan dan berbagai pemahaman mengenai ilmu agama dari ayahnya. Selain mendapatkan pendidikan dari ayahnya, Syekh Jumadil Kubro juga melanjutkan pendidikannya ke India, Makkah, dan Madinah untuk memperdalam keilmuannya di bidang tasawuf, syariah dan ilmu-ilmu yang lain. Sebelum aktif berdakwah, Syekh Jumadil Kubro pernah menjabat sebagai Gubernur Deccan di India. Setelah pensiun, ia akhirnya berkeliling ke berbagai belahan dunia untuk menyebarkan ajaran Islam. Sejumlah literatur menyebutkan bahwa Syekh Jumadil Kubro berkeliling sampai ke Maghribi di Maroko, Samarqand di Uzbekistan, dan Kelantan di Malaysia. Bapak Wali Songo ini pada akhirnya datang dan berdakwah ke Nusantara. Ia menginjakkan kakinya di Tanah Jawa pada era Majapahit. Kemudian, ia menyebarkan ajaran Islam sampai ke Gowa, Sulawesi Selatan untuk kemudian berdakwah di sana. Syekh Jumadil Kubro mendirikan surau pertama di Gunung Kawi yang berdampingan dengan Klenteng. Oleh karena dakwahnya yang dilakukan di berbagai tempat, beberapa tempat mengklaim makam Syekh Jumadil Kubro ada di Dakwah Syekh Jumadil KubroMelansir laman NU, cara dakwah syekh Jumadil Kubro adalah dengan berdagang. Dalam mengembangkan dakwah pertamanya di kalangan Kerajaan Majapahit, Syekh Jumadil Kubro berdakwah dengan berdagang dari lingkungan satu ke lingkungan yang lain secara sembunyi-sembunyi. Hal ini dilakukan karena ia merasa dakwah secara terang-terangan belum bisa dilakukan, pasalnya hal tersebut akan mengundang kemurkaan Kerajaan Majapahit. Cara Syekh Jumadil Kubro dalam menyebarkan agama Islam di Kerajaan Majapahit dilakukan secara pelan dan pasti, sehingga ia sangat disegani oleh masyarakat maupun keluarga Kerajaan. Strateginya dalam menyebarkan ajaran islam di lingkungan Kerajaan, Syekh Jumadil Kubro mendekati para bangsawan dan penguasa untuk mengenalkan bagaimana ajaran islam yang dibawanya itu. Ajaran Islam yang diajarkan oleh Syekh Jumadil Kubro pada masa itu sangatlah sederhana, ia tidak langsung memerintahkan penganutnya untuk sholat, Berpuasa dan hal-hal yang diwajibkan oleh agama. Tetapi Ia melihat masyarakat yang menganut Islam masih awam dan sangat sedikit di kalangan Kerajaan Majapahit, maka pertama yang diajarkan adalah mengenai perkenalan tentang agama islam dan Tuhan yang harus disembah, baru ketika mereka mampu mengenal Islam dengan baik maka diajarkan bagaimana cara beribadah. Dari kemahiran yang dilakukan oleh Syekh Jumadil Kubro dalam menyebarkan ajaran Islam tersebut, Islam dapat berkembang dengan pesat di kalangan Kerajaan Majapahit. Maka dari itu, Syekh Jumadil Qubro adalah seorang ulama besar yang sangat berpengaruh dalam penyebaran islam di Tanah Majapahit. * Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Namalainnya ialah Syekh Jamaluddin Akbar dari Gujarat, dan ia kemungkinan besar adalah juga tokoh yang dipanggil dengan nama Syekh Jumadil Kubro, sebagaimana tersebut di atas. Hal ini adalah menurut penelitian Martin van Bruinessen (1994), yang menyatakan bahwa nama Jumadil Kubro (atau Jumadil Qubro) sesungguhnya adalah hasil perubahan hyper
Yogyakarta menyimpan banyak destinasi wista religi yang juga menyimpan nilai sejarah, lho. Cek rekomendasinya di Religi Yogyakarta - Pada dasarnya, setiap orang tentu punya tujuan yang berbeda-beda ketika ingin berwisata. Ada sebagian orang yang memang suka berjalan-jalan dan mengeksplorasi tempat-tempat baru baginya. Ada juga yang hanya mencari hiburan semata dan sekadar ingin melakukan swafoto dan menunjukkan eksistensi antara itu, ada juga sebagian besar orang yang tujuannya dalam berwisata adalah ingin mendapatkan ketenangan batin. Untuk itu, kamu harus melakukan wisata religi agar bisa mendapatkan ketenangan salah satu daerah di Indonesia yang terkenal punya beragam wisata religi adalah Jogja. Selain terkenal akan wisata budaya yang kental dan kekayaan alamnya, Yogyakarta juga punya berbagai jenis wisata religi yang layak dari Masjid, Gereja, Pura, Kelenteng, semuanya ada di Jogja. Nah, berikut ini adalah beberapa wisata religi Jogja yang bisa kamu datangi saat berlibur ke sana!Wisata Religi Yogyakarta1. Masjid Gedhe KaumanLokasi Alun-Alun Keraton, Jl. Kauman, Ngupasan, Kec. Gondomanan, Kota YogyakartaMasjid ini sudah berdiri sejak tahun 1773. Masjid ini sendiri didirikan oleh Sultan Hamengkubuwono I. Beliau ini juga merupakan pendiri dari Kesultanan Jogja. Karena itu, Masjid Gedhe Kauman merupakan bagian tidak terpisahkan dari Kesultanan arsitektur, Masjid Gedhe Kauman tampak cukup mirip dengan Masjid Demak. Masjid Gedhe Kauman sendiri memiliki bangunan utama liwan, serambi, serta emperan. Masjid ini juga punya empat pilar utama yang dilengkapi atap bersusun atap Masjid Gedhe Kauman pun punya hiasan mahkota berbentuk bunga. Hal ini sebagai penanda bahwa masjid ini merupakan milik Keraton Jogja. Di dalam masjid ini juga terdapat ruang khusus untuk sang raja. Ruangan yang disebut maksura ini terletak di baris paling depan Masjid KotagedeLokasi Jl. Watu Gilang, Kotagede, Bantul, YogyakartaMasjid Kotagede merupakan masjid tertua di Jogja. Pasalnya, masjid ini diperkirakan sudah berdiri sejak tahun 1640. Pembangunan masjid ini sendiri diprakarsai oleh Sultan Agung. Pembangunannya juga dibantu oleh penduduk sekitar Kotagede yang kala itu mayoritasnya merupakan penganut agama itu, Masjid Kotagede bisa dibilang memiliki arsitektur gabungan dari budaya Jawa dan Hindu. Sebab, gapura atau pintu gerbang dan pagar tembok yang mengelilingi masjid punya arsitektur Hindu yang kental. Sementara bangunan masjidnya dibuat dengan arsitektur sejumlah bangunan di dalam kompleks Masjid Kotagede antara lain mimbar, serambi, tempat wudhu, tugu peringatan, gapura, dan makam. Ketika masuk ke area masjid, kamu akan melihat kolam ikan sebelum area Masjid Kotagede juga dikelilingi oleh berbagai jenis pohon sehingga suasananya menjadi rindang dan asri. Selain itu, ada sebuah prasasti dengan huruf Arab dan berbahasa Jawa yang terdapat di dalam Masjid Kotagede sendiri diketahui punya atap bertingkat dua. Atap tingkat atas punya bentuk segitiga yang punya sudut runcing. Adapun, atap tingkat bawah punya bentuk segitiga juga, namun terpotong pada bagian Gereja GanjuranLokasi Jl. Ganjuran, Bantul, YogyakartaGereja ini didirikan di tahun 1924 oleh inisiasi 2 kakak beradik keturunan Belanda, yakni Joseph Smutzer dan Julius Smutzer. Perlu diketahui, gereja ini sendiri dirancang arsitek asal Belanda, J Yh Van Oyen. Tiga tahun setelah dibangun, kompleks gereja ini disempurnakan dengan kehadiran candi kecil di Gereja Ganjuran merupakan akulturasi budaya Eropa, Jawa, dan Hindu. Sebab, bangunan gerejanya masih menggunakan arsitektur gaya Eropa. Sedangkan budaya Jawa terlihat pada patung Yesus dan Bunda Maria dengan busana khas nuansa Hindu diperlihatkan dengan candi yang berada di kompleks gereja. Perlu diketahui, ada mata air di bawah candi yang menjadi tujuan para pengunjung. Umumnya, para pengunjung akan mengambil air tersebut dan membawanya pulang dengan botol atau jerigen kecil setelah Pura JagatnathaLokasi Jl. Pura No. 370, Bantul, YogyakartaPura ini didirikan pada tahun 1967 saat mayoritas penduduk sekitar di area ini memeluk agama Hindu Dharma. Pada umumnya, orang yang bersembahyang di pura di tempat yang terbuka, sementara, bangunan pura ini memiliki atap pada bangunan tengahnya. Pura ini merupakan tempat bertapa Sultan Hamengku Buwono II yang kemudian diberi gelar Ki Banguntapa. Pura yang merupakan salah satu pura terbesar di Yogyakarta ini merupakan tempat peribadatan utama bagi pemeluk agama Budha di Provinsi Yogyakarta. Bahkan, tidak jarang wisatawan turut datang ke Pura Jagatnatha untuk menikmati suasana seperti Bali di Dusun MlangiLokasi Desa Nogotirto, Sleman, YogyakartaDusun Mlangi ini juga terkenal dengan nama Desa Para Santri. Hal tersebut dikarenakan banyaknya pesantren di Dusun Mlangi, sehingga mayoritas penduduk yang masih muda adalah santri-santri dari berbagai wilayah di Indonesia yang jumlahnya mencapai orang. Bagi kamu yang ingin menikmati suasana religius di Yogyakarta, kamu bisa mengunjungi Dusun Mlangi. Selain itu, di dusun ini juga terdapat salah satu tempat yang sering didatangi oleh wisatawan, yaitu makam salah satu tokoh penyebar Agama Islam di Mlangi, yaitu Kyai Nur Iman. Namun, tidak hanya wisatawan yang juga beragama Islam yang mengunjungi dusun ini, melainkan banyak komunitas, pelajar, maupuin tokoh agama lain pastor, pendeta, dll yang ingin menambah wawasan mengenai Agama Kampung JogokariyanLokasi Jl. Jogokaryan, Matrijeron, YogyakartaKampung Jogokariyan merupakan salah satu kampung Ramadan yang paling populer di Yogyakarta. Salah satu tujuan wisata di kampung ini adalah Masjid Jogokariyan yang telah dibangun pada tahun 1966. Masjid ini kemudian sangat berkembang sehingga memiliki berbagai kegiatan pelayanan jamaah dan kegiatan-kegiatan. Pengurus masjid ini terdiri dari 28 divisi yang masing-masing memiliki tujuan untuk kebaikan bersama dan memiliki website. Usut punya usut, masjid ini terkenal hingga mancanegara. Tamu yang pernah mengunjungi masjid ini meliputi parlemen Eropa, ulama dari Palestina, dan masih banyak lagi. Kegiatan selama bulan Ramadhan yang dinantikan masyarakat adalah tarawih bersama imam dari Palestina, pentas nasyid, hingga makanan buka puasa yang dapat dinikmati untuk Makam Syekh Jumadil Kubro - Turgo MerapiLokasi Hargobinangun, Sleman, YogyakataBerada di lereng barat Gunung Merapi, terdapat sebuah makam dari seorang tokoh Islam, Syekh Jumadil Kubro. Pendatang banyak yang jauh-jauh kesini untuk melakukan ziarah ke makam tokoh agama ini. Selain melakukan ziarah, masyarakat juga bisa menikmati pemandangan Gunung Merapi dari tempat ini. Bahkan, pemerintah setempat juga merencanakan beberapa rencana terkait pengembangan pariwisata di Hargobinangun agar lebih memperkenalkan wisata religi memudahkan wisatawan mengunjungi dan melakukan ziarah ke makam Syekh Jumadil Kubro, seperti membangun sarana fisik dan perbaikan akses menuju makam yang eksistingnya berupa jalan setapak dengan jalur menuju Bukit Turgo Merapi. Syekh Jumadil Kubro adalah kakek dari para wali penyebar Agama Islam di Jawa, Wali Kampung NitikanLokasi Jalan Sorogenen, Nitikan, YogyakartaSetelah Kampung Jogokariyan, Jalur Gaza di Kampung Nitikan juga merupakan tujuan wisata di bulan Ramadhan yang juga tidak kalah terkenal. Jalur Gaza merupakan singkatan dari Jajanan Lauk Sayur Gubuk Ashar Zerba Ada yang mana setiap tahunnya terdapat 300 pedagang di sepanjang jalur ini. Selain menyediakan berbagai macam takjil di sepanjang jalur, ada juga berbagai acara yang digelar masyarakat, baik lomba lukis, lomba menggambar, hingga dialog Ramadhan. Ada juga destinasi wisata lain yang juga menarik di Kampung Nitikan, yaitu makam-makam tokoh besar, seperti Kyai Haji Ibrahim, Kyai Haji Ahmad Dahlan, Kyai Haji Abu Bakar, dan Raden Ronggo putra dari Panembahan Senopati, pendiri Kerajaan Mataram. Pengunjung dapat berwisata dengan tarif yang sangat murah, yaitu untuk jalan kaki dan untuk naik Pura Vaikuntha VyomantaraLokasi Komplek Lanud Adisutjipto, Jl. Raya Janti, Karang Janbe, Maguwoharjo, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta 55281Pura ini berada di kompleks Landasan Udara Lanud Adisutjipto. Pura dengan luas lahan 50 hektar ini dibangun sejak tahun 1997 dan selesai pada tanggal 23 Mei 2007. Pura ini sendiri dibangun bagi umat Hindu yang bertugas di Lanud tahun, akan ada Upacara Pawedalan Pura Vaikuntha Vyomantara yang akan dilakukan di sini. Selain untuk kepentingan ibadah, pura ini dibuka bagi pengunjung umum. Meski begitu, sebaiknya meminta izin terlebih dahulu kepada pengurus pura ini sebelum berkunjung ya!10. Klenteng GondomananLokasi Jalan Brigjen Katamso Gondomanan, Kota Yogyakarta,Daerah Istimewa Yogyakarta 55121L;enteng Gondomanan merupakan salah satu kelenteng legendaris di Jogja. Kelenteng yang juga dikenal sebagai Kelenteng Fuk Ling Miau ini dibangun sejak tahun 1900. Pada awalnya, tanah kelenteng ini merupakan pemberian Sultan Hamengku Buwono di tahun khas dari Klenteng Gondomanan sendiri ada pada bagian atapnya yang dihiasi sepasang naga langit menghadap mutiara api. Selain itu, cat warna merah kuning pada kelenteng ini juga dapat diartikan sebagai simbol informasi, Kelenteng Gondomanan sudah ditetapkan sebagai cagar budaya sejak tanggal 26 Maret 2007. Kelenteng ini juga telah menjadi warisan budaya Jogja kategori tempat ibadah sejak tanggal 15 April Gua Maria SendangsonoLokasi Semagung, Samagang, Banjaroyo, Kecamatan Kalibawang, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta 55672Berada di kaki Bukit Menoreh, udara sejuk akan langsung menyambutmu saat berada di kompleks Gua Maria ini. Sesuai namanya, di lokasi Gua Maria ini juga terdapat sebuah sendang atau yang dalam bahasa Indonesia disebut mata mendapatkan ketenangan batin dan berdoa di sini, kamu juga dapat menikmati arsitektur kompleks Gua Maria Sendangsono yang indah. Arsitektur ini dirancang oleh Mangunwijaya Pr dan sudah mendapatkan Aga Khan menikmati seluruh bangunan kompleks ziarah ini, kamu bisa duduk bersantai di pendopo yang tersedia. Kamu juga bisa menikmati keindahan sungai yang mengalir dengan berdiri di jembatan kecil pada bagian lupa untuk mengambil air sendang dari keran-keran yang terdapat pada sisi kanan sungai. Sebab, air sendang di sini dipercaya para pengunjung punya banyak Klenteng PoncowinatanLokasi Jl. Poncowinatan Gowongan, Kecamatan Jetis, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta 55233Selain Klenteng Gondomanan, kelenteng yang punya nama lain Kwan Tee Kiong ini merupakan kelenteng tertua di Jogja. Kelenteng Poncowinatan diketahui telah berdiri sejak tahun seperti Klenteng Gondomanan, tanah kelenteng ini juga merupakan pemberian dari Sultan Hamengku Buwono VII. Karena itu, Kelenteng Poncowinatan dibangun menghadap ke arah selatan untuk menghormati Keraton ini, Klenteng Poncowinatan digunakan sebagai tempat pemujaan Tri Dharma, yakni Buddha, Taoisme, dan Konghucu. Kelenteng ini juga telah ditetapkan sebagai cagar budaya oleh pemerintah sejak tahun dari banyaknya tujuan wisata religi yang kuno nan indah di Yogyakarta, 8 rekomendasi ini dapat kamu masukkan ke itinerary liburanmu. Selain melihat bangunan dengan arsitektur yang indah, kamu bisa mendapatkan banyak wawasan saat mulai rencanakan kunjunganmu ke Yogyakarta melalui aplikasi Traveloka dari sekarang.
. 399 89 231 387 395 138 346 401
makam syekh jumadil kubro jogja